Hukum haji bagi perempuan (istri)

Posted by andyusuf.blogspot.com under


Hukum haji bagi perempuan (istri)


            Haji menurut etimologi ialah bersengaja pada sesuatu yang dimuliakan. Sedangkan menurut syara’ ialah beberapa amalan tertentu yang dilaksanakan pada waktu tertentu dengan cara yang tertentu pula.Kewajiban ibadah haji bagi seorang muslim yaitu sekali seumur hidup bagi seseorang dinamakan “haji Islam atau haji wajib”. Bila seseorang tak mampu secara fisik, misalnya karena sakit yang tak ada harapan sembuh, ia boleh mewakilkan kepada orang lain yang sudah pernah berhaji. Bila ada seseorang meninggal dunia dan ia belum berhaji, ahli warisnya atau orang lain boleh menghajikan si almarhum, dengan syarat orang yang menjadi mubaddil (yang mewakili haji) telah berstatus haji. orang mati yang punya tanggungan wajib haji atau yang belum mempu melakukan ibadah haji Islam/haji wajib (pertama), ia boleh dihajikan oleh siapapun, walaupun tak seizin ahli warisnya dan tak mendapat wasiat dari yang mati. Adapun dalil Al-Qur’an tentang haji ada ada pada surat Ali Imran ayat 97 dan surat Al Hajj ayat 27.
            Menurut golongan Hanafiyah, dalam definisi mampu yang salah salah satunya menyinggung tentang wanita tidak dalam iddah, oleh karena itu tidak boleh keluar untuk beribadah haji, kalau ia sedang iddah dari thalak atau kematian sang suami. Menurut golongan Maliki hampir sama dengan golongan Hanafiah yaitu: Kalau seorang wanita sedang iddah dari thalaq atau kematian, maka wajib  berada di rumah, dan tidak boleh beribadah haji. Tetapi kalau ia melakukannya maka sah ihramnya, namun berdosa. Menurut golongan Syafi’i juga hampir sama sama dengan kedua ulama diatas tapi agak berbeda sedikit yaitu: hendaknya  si wanita disertai dengan suaminya, muhrimnya atau wanita lain yang dipercaya baik dua atau lebih. Kalau berserta seseorang perempuan saja, maka tidak wajib beribadah haji, meskipun ia boleh mengerjakannya bersama dengan seorang wanita dalam pelaksanaan ibadah haji wajib. Bahkan ia boleh pergi sendirian untuk beribadah haji wajib, asalkan dalam keadaan aman. Sedangkan dalam ibadah haji sunnah maka tidak boleh bersama wanita walaupun banyak. Apabila si wanita tidak menemukan lelaki muhrim atau suami kecuali dengan biaya atau ongkos, maka wajib baginya kalau ia mampu. Dan sedangkan menurut golongan Hambali yaitu wanita tidak wajib beribadah haji, kecuali bersama suami atau muhrimnya.
            Jadi menurut saya seorang perempuan (isteri) tidak diwajibkan haji sendiri kalau bisa sama suami, dan kalau suaminya sudah meninggal harus sama muhrimnya. Tetapi menurut golongan Syafi’i diberi sedikit kelonggaran yaitu asalkan dalam keadaan aman.




DAFTAR PUSTAKA

Mansyhuri, KH. A. Aziz.  1996. Fiqih Haji. Surabaya. PT Bungkul Indah.
Taufiqurrohman. 2009. Manasik Haji Dan Ziarah Spiritual. Malang. UIN Malang Press.